KabarJawa.com – Jembatan Kewek belakangan ini ramai menjadi bahan pembicaraan di kalangan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya.
Bukan tanpa alasan, infrastruktur yang menjadi jalur vital penghubung antara kawasan sibuk Kotabaru dan ikon pariwisata Malioboro ini dikabarkan berada dalam kondisi kritis.
Usianya yang sudah melampaui satu abad menjadikan Jembatan Kewek sebagai saksi bisu perkembangan kota tersebut.
Namun, hasil pemeriksaan terbaru dari otoritas setempat menunjukkan adanya indikasi keretakan, pergeseran struktur hingga tiga sentimeter, serta penurunan jembatan sekitar sepuluh sentimeter pada bagian ujung.
Menanggapi kondisi ini, pemerintah setempat pun bertindak cepat dengan merencanakan pemberlakuan pembatasan jenis dan volume kendaraan yang melintas. Pemerintah juga telah merencanakan upaya perbaikan jembatan tersebut.
Di samping itu, sebenarnya, jembatan yang satu ini juga menyimpan sejarah panjang yang menarik untuk diperhatikan.
Nah, untuk memahami mengapa jembatan ini begitu penting, mari kita telusuri kembali sejarah panjang Jembatan Kewek, yang ternyata menyimpan kisah menarik sejak era kolonial Belanda.
Kelahiran Jembatan di Era Pembangunan Stasiun
Sejarah Jembatan Kewek tidak dapat dilepaskan dari ambisi kolonial Belanda dalam membangun infrastruktur kereta api di Jawa.
Terkait Pembangunan Stasiun Lempuyangan (1872)
Menurut catatan resmi Museum Sonobudoyo, Jembatan Kewek lahir pada tahun 1872. Pembangunan ini terjadi bersamaan dengan upaya Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) mendirikan Stasiun Lempuyangan.
Jembatan ini dibangun sebagai bagian integral dari sistem transportasi modern yang menghubungkan berbagai titik penting di Yogyakarta.
Asal-usul Nama yang Unik
Nama “Kewek” sendiri memiliki asal-usul yang cukup unik dan khas budaya Jawa. Nama ini ternyata adalah hasil plesetan lidah orang Jawa yang kesulitan mengucapkan istilah Belanda, “Kerk Weg”.
“Kerk Weg” berarti “jalan menuju gereja.” Gereja yang dimaksud adalah Gereja Santo Antonius di Kotabaru, yang memang letaknya tidak jauh dari lokasi jembatan.
Istilah Kerk Weg kemudian dipersingkat dan diucapkan oleh warga sekitar menjadi “Kewek”. Sementara itu, masyarakat Jawa menyebut jembatan ini sebagai “Kretek Kewek”, di mana kata “Kretek” memang berarti jembatan dalam bahasa Jawa.
Peran Penting dalam Pengembangan Kawasan Kotabaru
Pada dekade 1920-an, Belanda kembali memainkan peran penting dalam memperkuat fungsi Jembatan Kewek. Di tahun 1920-an, Pemerintah Kolonial gencar membangun kawasan modern Kotabaru.
Jembatan Kewek menjadi akses krusial yang memungkinkan orang-orang menyeberangi Kali Code tanpa harus berputar jauh melalui jalur Gondolayu.
Struktur jembatan ini dirancang sebagai viaduk (jembatan layang). Desain viaduk ini sengaja diciptakan agar kendaraan umum yang melintas di atasnya tidak perlu berhenti atau stuck setiap kali ada kereta api yang lewat di bawahnya. Ini merupakan langkah cerdas dan modern dalam perencanaan lalu lintas kota pada masanya.
Status Sejarah dan Kondisinya Sekarang
Setelah beroperasi selama lebih dari satu abad, Jembatan Kewek kini memegang status yang sangat penting dalam warisan kota.
Jembatan ini telah tercatat dalam Daftar Potensi Heritage Kota Yogyakarta. Selain itu, jembatan ini masuk sebagai bagian kawasan pusaka Kotabaru berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur DIY yang diterbitkan pada tahun 2011.
Jembatan Kewek sering disebut sebagai “penjaga wajah kota” yang menghubungkan masa lalu kolonial dan pusat modern Yogyakarta.
Status bersejarah jembatan ini kini diuji oleh usia dan beban lalu lintas yang terus meningkat. Adanya temuan keretakan, pergeseran, dan penurunan struktur memicu kekhawatiran serius terhadap keselamatannya, sehingga kini jembatan tersebut mulai ramai menjadi bahan perbincangan publik.***
Agen234
Agen234
Agen234
Berita Terkini
Artikel Terbaru
Berita Terbaru
Penerbangan
Berita Politik
Berita Politik
Software
Software Download
Download Aplikasi
Berita Terkini
News
Jasa PBN
Jasa Artikel
News
Breaking News
Berita